Ini cerita awal munculnya musik Sasando di NTT

Sasando. Ya, alat musik yang satu ini sudah melambungkan nama Propinsi Nusa Tenggara Timur di tingkat nasional hingga ke dunia. Begitu dipetik, suara musik keluar mampu menusuk sum-sum tulang. Merdu. Teduh dan memikat hati siapapuin yang mendengarnya.

Cerita seputar musik Sasando tentu tak boleh melupakan jasa besar Jeremiah Ougust Pah (70). Dengan kecintaanya terhadap musik Sasando, sang maestro dengan tekun menjaga dan merawat musik ini di biliknya yang sederhana di Jalan Timor Raya Kilometer 22 Desa Oebelo, Kabupaten Kupang Tengah. Setiap hari, Jeremiah membuka pintu bagi wisatawan untuk mengenal musik Sasando.


28 Desember 2007, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik memberikan penghargaan kepada Jeremias sebagai seniman senior Indonesia (maestro) yang melestarikan dan mengembangkan seni tradisional musik Sasando.

Penghargaan dari pemerintah itu dibingkai dan terpampang jelas di teras depan rumah Jeremias. Teras depan rumahnya yang terbuat dari batang nipah dan bambu serta berlantai semen itulah sebuah ruang pamer sasando. Tiilangga (topi dari daun lontar), gong, gendang kecil dari tempurung, serta tenun ikat khas Rote Ndao tersaji di sana, menyambut setiap pengunjung yang datang.

Meski sudah terkenal, tak banyak yang mengetahui asal-muasal musik Sasando. Konon, ada seorang pemuda bernama Sangguana di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Suatu hari ia menggembala di padang sabana. Ketika merasa lelah dan ngantuk, ia pun jatuh tertidur di bawah sebuah pohon lontar. Dalam tidur, ia bermimpi memainkan sebuah alat musik misterius. Ketika terbangun ia masih mengingat nada-nada yang dimainkannya. Saat kembali tidur, anehnya ia kembali memimpikan hal yang sama.

Akhirnya, berdasarkan mimpinya itu Sangguana memutuskan membuat sebuah alat musik dari daun lontar dengan senar-senar di tengahnya.

Alat musik yang mirip harpa itu sekarang dikenal sebagai sasando. Secara harfiah nama Sasando menurut asal katanya dalam bahasa Rote, sasandu, yang artinya alat yang bergetar atau berbunyi. Konon sasando digunakan di kalangan masyarakat Rote sejak abad ke-7.

Bentuk sasando ada miripnya dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola dan kecapi. Bagian utama sasando berbentuk tabung panjang yang biasa terbuat dari bambu. Lalu pada bagian tengah, melingkar dari atas ke bawah diberi ganjalan-ganjalan di mana senar-senar (dawai-dawai) yang direntangkan di tabung, dari atas kebawah bertumpu.

Ganjalan-ganjalan ini memberikan nada yang berbeda-beda kepada setiap petikan senar. Lalu tabung sasando ini ditaruh dalam sebuah wadah yang terbuat dari semacam anyaman daun lontar yang dibuat seperti kipas. Wadah ini merupakan tempat resonansi sasando.



Comments

Popular posts from this blog

Tradisi Pasola di NTT yang harus kamu ketahui

Menikmati Sensasi Pantai Ketebe Hingga Danau Rana Tonjong, Flores